Berikut adalah ringkasan tentang sifat-sifat oksida logam yang dapat bersifat sebagai oksida asam, oksida basa, dan oksida amfoter beserta argumentasinya.
Oksida Logam Dapat Bersifat Sebagai Oksida Asam
Syarat oksida logam dapat bersifat sebagai oksida asam adalah:
- Logam dengan bilangan oksidasi tinggi (umumnya logam transisi atau logam blok-d dan blok-f), seperti:
- CrO3 (Kromium(VI) oksida
- Mn2O7 (Mangan(VII) oksida)
- V2O5 (Vanadium(V) oksida)
- Keadaan oksidasi logam yang tinggi membuat oksida tersebut lebih bersifat kovalen (bukan ionik), sehingga dapat bereaksi dengan air membentuk asam atau dengan basa membentuk garam.
Contoh Reaksi Oksida Logam Asam:
- CrO3 + H2O → H2CrO4 (asam kromat)
- Mn2O7 + H2O → 2HMnO4 (asam permanganat)
Perbedaan dengan Oksida Logam Basik:
Oksida logam umumnya bersifat basa (misalnya CaO, Na2O) karena berasal dari logam dengan bilangan oksidasi rendah dan bersifat ionik. Namun, logam dengan biloks tinggi cenderung membentuk oksida asam karena sifat lebih elektronegatif.
Jadi, kuncinya adalah bilangan oksidasi tinggi dan sifat kovalen pada oksida logam tersebut.
Oksida Logam Dapat Bersifat Sebagai Oksida Basa
Syarat oksida logam dapat bersifat sebagai oksida basa adalah:
- Logam dengan bilangan oksidasi rendah (biasanya logam alkali dan alkali tanah, serta beberapa logam transisi dengan biloks +1, +2, atau +3).
- Contoh: Na2O (Natrium oksida), CaO (Kalsium oksida), FeO (Besi(II) oksida).
- Contoh: Na2O (Natrium oksida), CaO (Kalsium oksida), FeO (Besi(II) oksida).
- Sifat ionik yang kuat (ikatan antara logam dan oksigen cenderung ionik, bukan kovalen).
- Logam yang sangat elektropositif (seperti Golongan 1 & 2) membentuk oksida basa kuat.
- Logam yang sangat elektropositif (seperti Golongan 1 & 2) membentuk oksida basa kuat.
- Bereaksi dengan air membentuk basa (OH-) atau dengan asam membentuk garam + air.
- Contoh reaksi:
- Na2O + H2O → 2NaOH (natrium hidroksida)
- CaO + H2O → Ca(OH)2 (kalsium hidroksida)
- MgO + 2HCl → MgCl2 + H2O
- Contoh reaksi:
Perbandingan dengan Oksida Asam Logam:
Karakteristik | Oksida Basa Logam | Oksida Asam Logam |
---|---|---|
Bilangan Oksidasi | Rendah (+1, +2, +3) | Tinggi (+4, +5, +6, +7) |
Jenis Logam | Alkali, alkali tanah, beberapa logam transisi biloks rendah |
Logam transisi biloks tinggi (Cr, Mn, V dll) |
Sifat Ikatan | Ionik | Kovalen |
Reaksi dengan Air | Membentuk basa (OH-) | Membentuk asam (H+) |
Kesimpulan:
Oksida logam bersifat basa jika berasal dari logam elektropositif dengan biloks rendah dan bersifat ionik, sehingga cenderung mendonasikan ion O2- ke air membentuk basa.
Oksida Logam Dapat Bersifat Sebagai Oksida Amfoter
Syarat oksida logam dapat bersifat sebagai oksida amfoter adalah:
- Logam dengan bilangan oksidasi menengah (biasanya +2, +3, atau +4), terutama:
- Logam blok-d (seperti Zn, Al, Sn, Pb, Cr, Fe).
- Beberapa logam blok-p (misalnya Al, Ga, In).
- Memiliki sifat ikatan antara ionik dan kovalen, sehingga dapat bereaksi dengan asam maupun basa.
- Bereaksi baik dengan asam (sebagai oksida basa) maupun dengan basa (sebagai oksida asam), membentuk garam dan air.
Contoh Oksida Amfoter dan Reaksinya:
Oksida Amfoter | Reaksi dengan Asam (Perilaku Basa) | Reaksi dengan Basa (Perilaku Asam) |
---|---|---|
Al2O3 (Aluminium oksida) | Al2O3 + 6HCl → 2AlCl3 + 3H2O | Al2O3 + 2NaOH + 3H2O → 2Na[Al(OH)4] (natrium aluminat) |
ZnO (Seng oksida) | ZnO + 2HCl → ZnCl2 + H2O | ZnO + 2NaOH + H2O → Na2[Zn(OH)4] (natrium zincat) |
PbO (Timbal(II) oksida) | PbO + 2HNO3 → Pb(NO3)2 + H2O | PbO + 2NaOH → Na2PbO2 + H2O (natrium plumbit) |
Cr2O3 (Kromium(III) oksida) | Cr2O3 + 6HCl → 2CrCl3 + 3H2O | Cr2O3 + 2NaOH → 2NaCrO2 + H2O (natrium kromit) |
Faktor yang Mempengaruhi Sifat Amfoter:
- Keelektronegatifan Logam:
- Logam dengan elektronegativitas sedang (seperti Al, Zn) cenderung amfoter.
- Logam dengan elektronegativitas sedang (seperti Al, Zn) cenderung amfoter.
- Bilangan Oksidasi:
- Biloks +2 atau +3 (misalnya Al3+, Zn2+, Cr3+) lebih mungkin amfoter dibanding biloks sangat rendah/tinggi.
- Biloks +2 atau +3 (misalnya Al3+, Zn2+, Cr3+) lebih mungkin amfoter dibanding biloks sangat rendah/tinggi.
- Struktur Kristal:
- Beberapa oksida amfoter memiliki struktur yang memungkinkan interaksi dengan asam dan basa.
Perbandingan dengan Oksida Basa/Asam:
Sifat | Oksida Basa | Oksida Asam | Oksida Amfoter |
---|---|---|---|
Contoh | Na2O, CaO | CrO3, Mn2O7 | Al2O3, ZnO |
Bereaksi dengan | Asam | Basa | Asam & Basa |
Biloks Logam | Rendah (+1, +2) | Tinggi (+5, +6) | Menengah (+2, +3) |
Kesimpulan:
Oksida logam bersifat amfoter jika:
- Logamnya memiliki biloks menengah (biasanya +2 atau +3).
- Dapat bereaksi dengan asam (sebagai basa) dan basa (sebagai asam).
- Umumnya dimiliki oleh logam blok-d/p tertentu (seperti Al, Zn, Pb, Cr).
Catatan Tambahan:
Alasan Oksida Logam dengan Biloks Tinggi Lebih Bersifat Kovalen:
- Efek Polarisasi Kation (Logam) terhadap Anion (Oksigen):
- Logam dengan biloks tinggi (contoh: Cr6+, Mn7+) memiliki muatan positif besar dan ukuran kecil (karena kehilangan banyak elektron).
- Muatan tinggi + ukuran kecil → kepadatan muatan (charge density) tinggi → menarik elektron oksigen (O2-) lebih kuat.
- Akibatnya, orbital logam dan oksigen tumpang tindih (overlap), membentuk ikatan kovalen (berbagi elektron).
- Logam dengan biloks tinggi (contoh: Cr6+, Mn7+) memiliki muatan positif besar dan ukuran kecil (karena kehilangan banyak elektron).
- Perbandingan dengan Biloks Rendah:
- Logam biloks rendah (contoh: Na+, Ca2+) memiliki muatan kecil dan ukuran relatif besar.
- Charge density rendah → gaya tarik pada O2- lemah → ikatan ionik (transfer elektron, bukan berbagi).
- Logam biloks rendah (contoh: Na+, Ca2+) memiliki muatan kecil dan ukuran relatif besar.
- Efek Elektron Valensi:
- Logam biloks tinggi kehilangan hampir semua elektron valensi, sehingga tidak bisa mendonasikan elektron sepenuhnya ke oksigen.
- Elektron "terperangkap" antara logam dan oksigen → ikatan kovalen dominan.
- Logam biloks tinggi kehilangan hampir semua elektron valensi, sehingga tidak bisa mendonasikan elektron sepenuhnya ke oksigen.
- Contoh Nyata:
- Ionik (Biloks Rendah): Na2O (Na+), CaO (Ca2+) → senyawa ionik, larut dalam air.
- Kovalen (Biloks Tinggi): CrO3 (Cr6+), Mn2O7 (Mn7+) → senyawa molekular, bereaksi dengan air membentuk asam.
- Ionik (Biloks Rendah): Na2O (Na+), CaO (Ca2+) → senyawa ionik, larut dalam air.
- Kecenderungan Periodik:
- Logam Golongan Utama (s/p-block): Biloks tinggi jarang (kecuali Pb4+, Sn4+).
- Logam Transisi (d-block): Lebih mudah mencapai biloks tinggi (contoh: V5+, Cr6+) dengan sifat kovalen kuat.
- Logam Golongan Utama (s/p-block): Biloks tinggi jarang (kecuali Pb4+, Sn4+).
Kesimpulan:
Semakin tinggi biloks logam, semakin besar karakter kovalen oksidanya karena charge density tinggi dan ketidakmampuan mendonasikan elektron sepenuhnya. Ini menjelaskan mengapa oksida seperti CrO3 bersifat asam (kovalen), sedangkan CaO bersifat basa (ionik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar