Minggu, 29 Oktober 2017
Berikut ini adalah rute yang kami lalui dalam duet gowes bersama yunior. Karena putaran matahari beberapa minggu terakhir lebih cepat nongol, kami putuskan untuk gowes begitu semburat mentari muncul menerangi alam, sekitar pukul 05.00 WIB kami keluar rumah.
Dari rumah kami mengambil alur langsung menuju jalan Ahmad Yani via SMA 2 Pangkalan Bun (Bundaran Gentong) kemudian mengarah ke Jalan Natai Arahan (Arah Terminal).
Tepat di pertigaan dekat pencucian mobil kami belok kiri hingga sampai jalan Ahmad Yani. Belok kanan hingga mentok di pertigaan kami ambil alur kiri hingga Bundaran Tudung Saji dan berbelok ke kanan menuju Bungur. Dari Bundaran Tudung Saji ini jalan sudah beraspal sejauh 2 KM selebihnya jalanan bergelombang dengan permukaan tanah liat berwarna kuning. Sampai di pertigaan kami belok kiri masih mengikuti jalan tanah dengan kanan kiri sudah dipenuhi pohon sawit milik warga.
Di KM 10 perjalanan didapati Pos Jaga Perkebunan sawit CBI, perjalanan dilanjut dan hingga KM 11 perjalan kami sudah menjumpai setidaknya sebuah tanjakan dengan medan agak licin. Ikuti jalur jalan sawit dengan material laterit (tanah kuning bercampur kerikil keras tidak lengket), sekali lagi berjumpa tanjakan lagi hingga mendapati pabrik pengolahan sawit. Lurus hingga ketemu pertigaan jalan beraspal. Ini adalah jalan Desa Natai Baru KM 15 di peta. Jika belok kanan akan ketemu Jalan Ahmad Yani jalur Pangkalan Bun - Sampit. Kali ini kami ambil alur lurus mengikuti jalan tanah lebar. Karena semalam kawasan ini diguyur hujan tentu saja tanah liat itu banyak yang menempel di roda yang membuat genjotan pedal semakin terasa walau jalan datar.
Sepanjang KM 15 hingga KM 34 perjalanan kami menemui jalanan tanah dan kadang menemui jalur makadam yang mungkin semula pernah di aspal ketika jelang memasuki Desa Makarti Jaya. Perlu waspada kalau kondisinya seperti ini, getaran di sepeda cukup kuat. Memastikan tidak ada mur baut atau bagian lain yang kendur adalah cara yang tepat untuk mewaspadai hal-hal yang tidak diingankan agar tidak celaka. Sepanjang alur ini di kanan kiri jalan terdapat parit cukup besar, hasil kerukan pembuatan jalan. Pada kanan kiri parit tersebut dengan semak-belukar yang menghijau.
Sering kali kami jumpai burung dengan kaki jenjang, paruh kecil panjang, bagian atas dari ekor punggung dan kepala berwarna hitam dan di bagian bawa ekor berwarna kecokelatan dan dada berwarna putih. Kalau di kampung saya dulu dinamai Burung Sribombok atau Kareo Padi atau Ruak-ruak atau Amaurornis Phoenicurus. Ini memang burung penghuni rawa. Cuaca masih sangat bersahabat sampai di sini, adem sejuk, matahari masih tampak samar-samar walu sudah pukul 8 lebih.
Ketika sudah memasuki perkampungan terdapat jalanan beraspal dan relatif mulus. Selepas ini kami kembali memasuki perkebunan sawit milik warga yang sudah meninggi dan jalanan berganti ke jalanan makadam hingga tembus jalan lebar beraspal. Ini adalah jalan ke Runtu - Nanga Bulik.
Beberapa kali kami sempatkan berfoto untuk sekadar menandai kami sedang ada di mana agar mudah dilacak ketika terjadi hal yang tidak diinginkan. Oh ya dengan aplikasi Runtastic ini kita dapat mengikuti (melacak) siapa saja yang telah membagikan link-nya. Andai tersesat jalan kita tetap bisa dibantu rekan lain yang melihat link Runtastic kita itu.
Dalam perjalan kami mencapai tujuan ketika telah menempuh jarak sekitar 39,30 KM menurut GPS pada aplikasi Runtastic, lama perjalanan sekitar 3 jam lebih sedikit. Pada pertigaan ini, sering disebut pertigaan Simpang Runtu, membagi 3 alur jalan, ke timur laut menuju Sampit Kab. Kotawaringin Timur, ke barat daya menuju ke Pangkalan Bun, dan ke utara (tepatnya timur laut utara) menuju Nanga Bulik Kab. Lamandau via Desa Runtu juga menuju perbatasan Kalteng-Kalbar.
Banyak dijumpai warung makan di kanan kiri jalur menuju ke Runtu, dan diseberang alur ke Runtu ada Kantor Polsek Kecamatan Pangkalan Lada dan disebelah polsek terdapat SPBU. Untuk sedikit beristirahat kami mampir di emperan warung untuk sekadar meluruskan kaki. Kami putuskan tidak makan dulu karena ada warung incaran yang akan kami tuju saat pulang.
Perjalanan berlanjut dengan jalanan beraspal mulus, pulang. Sebelum berangkat pulang sempat belanja 2 botol air mineral di warung Simpang Runtu, di sini harga sebotol air mineral 600 ml selisih Rp 1000,- dibanding di tengah kota. Cuaca mulai sedikit terik. Karena ini hari minggu kendaraan yang berlalu lalang tidak seramai hari biasa sehingga cukup berkacamata tanpa tutup hidung dan mulut, aman. Kami jalan cukup santai yang tidak pernah lebih dari 20 KM/Jam. Dari Simpang Runtu ini akan dilewati beberapa desa, Desa Kadipi Atas di sebelah kanan jalan, berikutnya Desa Sungai Melawen di sebelah kiri, selanjutnya membelah Desa Sumber Agung hingga perempatan yang mengarah ke Desa Bumi Harjo dan ke arah kiri menuju Desa Pangkalan Durin, ke kanan ke Desa Purbasari. Sebelum masuk Desa Sumber Agung kita akan menjumpai bundaran yang belum bundar dengan Tugu Jagung yang menjadi ikon daerah ini. Tidak jauh dari tugu ini berderet warung yang menjual beberapa dagangan kampung, mulai dari jagung muda, buah-buahan, hingga sayur mayur.
Kami memilih belok ke kanan menuju desa Purbasari, di pinggiran desa ini terdapat tempat makan khas Wong Jowo dengan nama Nasi Tiwul 45.Tempatnya relatif nyawan, dirindangi pohon sawit yang membuat suasana cukup adem. Lokasi makannya dipencar-pencar dengan pilihan lesehan atau bermeja kursi. Kapasitasnya ruang makannya relatif besar bahkan ada yang cukup besar untuk bisa menampung sekitar 30 orang. Seporsi makan saat ini sebesar Rp 30.000 jika tanpa minum. Untuk berdua disediakan nasi sebakul, dan urap khas pendamping sego tiwul, dan tentu saja semangkok opor ayam kampung yang pas buat yang sedang kelaparan.
Selesai memenuhi nafsu makan, perjalanan kami lanjut. Kontur jalanan sedikit naik turun hingga Bundaran Pangkalan Lima. Saat sampai Bundaran Pangkalan Lima sedianya kami akan istirahat sejenak tapi itu kami batalkan karena bundaran tersebut sedang dalam tahap renovasi dan pertamanannya. Walaupun cuaca sudah mulai terik kami tetap lanjutkan perjalanan pulang. Terpaksa pula posisi gir sepeda kami atur untuk kayuhan ringan, karena masih harus menempuh sekitar 10 KM menuju rumah dengan elevasi jalan yang cukup variatif.
Demikian sepotong cerita gowes mingguan kami, rute selengkapnya dapat dilihat di Runtastic secara oline di sini.Terima kasih.
Berikut ini adalah rute yang kami lalui dalam duet gowes bersama yunior. Karena putaran matahari beberapa minggu terakhir lebih cepat nongol, kami putuskan untuk gowes begitu semburat mentari muncul menerangi alam, sekitar pukul 05.00 WIB kami keluar rumah.
Dari rumah kami mengambil alur langsung menuju jalan Ahmad Yani via SMA 2 Pangkalan Bun (Bundaran Gentong) kemudian mengarah ke Jalan Natai Arahan (Arah Terminal).
Tepat di pertigaan dekat pencucian mobil kami belok kiri hingga sampai jalan Ahmad Yani. Belok kanan hingga mentok di pertigaan kami ambil alur kiri hingga Bundaran Tudung Saji dan berbelok ke kanan menuju Bungur. Dari Bundaran Tudung Saji ini jalan sudah beraspal sejauh 2 KM selebihnya jalanan bergelombang dengan permukaan tanah liat berwarna kuning. Sampai di pertigaan kami belok kiri masih mengikuti jalan tanah dengan kanan kiri sudah dipenuhi pohon sawit milik warga.
Di KM 10 perjalanan didapati Pos Jaga Perkebunan sawit CBI, perjalanan dilanjut dan hingga KM 11 perjalan kami sudah menjumpai setidaknya sebuah tanjakan dengan medan agak licin. Ikuti jalur jalan sawit dengan material laterit (tanah kuning bercampur kerikil keras tidak lengket), sekali lagi berjumpa tanjakan lagi hingga mendapati pabrik pengolahan sawit. Lurus hingga ketemu pertigaan jalan beraspal. Ini adalah jalan Desa Natai Baru KM 15 di peta. Jika belok kanan akan ketemu Jalan Ahmad Yani jalur Pangkalan Bun - Sampit. Kali ini kami ambil alur lurus mengikuti jalan tanah lebar. Karena semalam kawasan ini diguyur hujan tentu saja tanah liat itu banyak yang menempel di roda yang membuat genjotan pedal semakin terasa walau jalan datar.
Penandaan jalan menuju Desa Makarti Jaya Kecamatan Pangkalan Lada |
Sepanjang KM 15 hingga KM 34 perjalanan kami menemui jalanan tanah dan kadang menemui jalur makadam yang mungkin semula pernah di aspal ketika jelang memasuki Desa Makarti Jaya. Perlu waspada kalau kondisinya seperti ini, getaran di sepeda cukup kuat. Memastikan tidak ada mur baut atau bagian lain yang kendur adalah cara yang tepat untuk mewaspadai hal-hal yang tidak diingankan agar tidak celaka. Sepanjang alur ini di kanan kiri jalan terdapat parit cukup besar, hasil kerukan pembuatan jalan. Pada kanan kiri parit tersebut dengan semak-belukar yang menghijau.
Bingung ini mau ambil jalur mana |
Sering kali kami jumpai burung dengan kaki jenjang, paruh kecil panjang, bagian atas dari ekor punggung dan kepala berwarna hitam dan di bagian bawa ekor berwarna kecokelatan dan dada berwarna putih. Kalau di kampung saya dulu dinamai Burung Sribombok atau Kareo Padi atau Ruak-ruak atau Amaurornis Phoenicurus. Ini memang burung penghuni rawa. Cuaca masih sangat bersahabat sampai di sini, adem sejuk, matahari masih tampak samar-samar walu sudah pukul 8 lebih.
Lepas dari jalur tanah yang aduhai |
Ketika sudah memasuki perkampungan terdapat jalanan beraspal dan relatif mulus. Selepas ini kami kembali memasuki perkebunan sawit milik warga yang sudah meninggi dan jalanan berganti ke jalanan makadam hingga tembus jalan lebar beraspal. Ini adalah jalan ke Runtu - Nanga Bulik.
Beberapa kali kami sempatkan berfoto untuk sekadar menandai kami sedang ada di mana agar mudah dilacak ketika terjadi hal yang tidak diinginkan. Oh ya dengan aplikasi Runtastic ini kita dapat mengikuti (melacak) siapa saja yang telah membagikan link-nya. Andai tersesat jalan kita tetap bisa dibantu rekan lain yang melihat link Runtastic kita itu.
Dalam perjalan kami mencapai tujuan ketika telah menempuh jarak sekitar 39,30 KM menurut GPS pada aplikasi Runtastic, lama perjalanan sekitar 3 jam lebih sedikit. Pada pertigaan ini, sering disebut pertigaan Simpang Runtu, membagi 3 alur jalan, ke timur laut menuju Sampit Kab. Kotawaringin Timur, ke barat daya menuju ke Pangkalan Bun, dan ke utara (tepatnya timur laut utara) menuju Nanga Bulik Kab. Lamandau via Desa Runtu juga menuju perbatasan Kalteng-Kalbar.
Banyak dijumpai warung makan di kanan kiri jalur menuju ke Runtu, dan diseberang alur ke Runtu ada Kantor Polsek Kecamatan Pangkalan Lada dan disebelah polsek terdapat SPBU. Untuk sedikit beristirahat kami mampir di emperan warung untuk sekadar meluruskan kaki. Kami putuskan tidak makan dulu karena ada warung incaran yang akan kami tuju saat pulang.
Perjalanan berlanjut dengan jalanan beraspal mulus, pulang. Sebelum berangkat pulang sempat belanja 2 botol air mineral di warung Simpang Runtu, di sini harga sebotol air mineral 600 ml selisih Rp 1000,- dibanding di tengah kota. Cuaca mulai sedikit terik. Karena ini hari minggu kendaraan yang berlalu lalang tidak seramai hari biasa sehingga cukup berkacamata tanpa tutup hidung dan mulut, aman. Kami jalan cukup santai yang tidak pernah lebih dari 20 KM/Jam. Dari Simpang Runtu ini akan dilewati beberapa desa, Desa Kadipi Atas di sebelah kanan jalan, berikutnya Desa Sungai Melawen di sebelah kiri, selanjutnya membelah Desa Sumber Agung hingga perempatan yang mengarah ke Desa Bumi Harjo dan ke arah kiri menuju Desa Pangkalan Durin, ke kanan ke Desa Purbasari. Sebelum masuk Desa Sumber Agung kita akan menjumpai bundaran yang belum bundar dengan Tugu Jagung yang menjadi ikon daerah ini. Tidak jauh dari tugu ini berderet warung yang menjual beberapa dagangan kampung, mulai dari jagung muda, buah-buahan, hingga sayur mayur.
Kami memilih belok ke kanan menuju desa Purbasari, di pinggiran desa ini terdapat tempat makan khas Wong Jowo dengan nama Nasi Tiwul 45.Tempatnya relatif nyawan, dirindangi pohon sawit yang membuat suasana cukup adem. Lokasi makannya dipencar-pencar dengan pilihan lesehan atau bermeja kursi. Kapasitasnya ruang makannya relatif besar bahkan ada yang cukup besar untuk bisa menampung sekitar 30 orang. Seporsi makan saat ini sebesar Rp 30.000 jika tanpa minum. Untuk berdua disediakan nasi sebakul, dan urap khas pendamping sego tiwul, dan tentu saja semangkok opor ayam kampung yang pas buat yang sedang kelaparan.
Selesai memenuhi nafsu makan, perjalanan kami lanjut. Kontur jalanan sedikit naik turun hingga Bundaran Pangkalan Lima. Saat sampai Bundaran Pangkalan Lima sedianya kami akan istirahat sejenak tapi itu kami batalkan karena bundaran tersebut sedang dalam tahap renovasi dan pertamanannya. Walaupun cuaca sudah mulai terik kami tetap lanjutkan perjalanan pulang. Terpaksa pula posisi gir sepeda kami atur untuk kayuhan ringan, karena masih harus menempuh sekitar 10 KM menuju rumah dengan elevasi jalan yang cukup variatif.
Demikian sepotong cerita gowes mingguan kami, rute selengkapnya dapat dilihat di Runtastic secara oline di sini.Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar