Bahasan reaksi redoks yang melibatkan transfer elektron atau perubahan biloks jarang digunakan dalam bahasan reaksi redoks yang melibatkan senyawa-senyawa organik. Sejak dahulu banyak publikasi ilmiah yang telah membahas ini, namun sayang sekali sering tidak menjadi perhatian para pengajar kimia organik di kampus-kampus fakultas keguruan dan ilmu pendidikan. Lebih lanjut guru-guru kimia juga tidak mengenalnya, apalagi kebanyakan guru kimia seperti saya (penulis blog ini), juga jarang menyentuh publikasi ilmiah. Jarangnya menyentuh publikasi ilmiah ini karena beberapa alasan, sulitnya akses tersebut dan keterbatasan pemahaman bahasa pengantarnya. Lengkaplah sudah, guru kimia (saya guru kimia) pun semakin malas membaca dan percaya diri dengan buku-buku teks setingkat SMA bahkan ada yang cukup mengandalkan LKS (lembar kerja siswa) yang sering salah ketik bahkan salah konsep. Di luar tipe guru seperti saya jelas adalah guru-guru pemelajar sejati :)
Ok, kembali ke topik seperti pada judul tulisan ini. Setidaknya ada dua artikel yang saya jadikan rujukan dalam cerita tentang teknik penentuan biloks pada reaksi redoks yang melibatkan senyawa organik pada tulisan ini, Halkides, C.J. - JCE Vol. 77 No. 11 halaman 1428 dan Shibley Jr., I.A. - JCE Vol. 87 No. 12 halaman 1351.
Seperti yang diungkapkan Halkides (2000) bahwa dalam banyak senyawa organik biloks O nyaris semua adalah -2 dan biloks H adalah +1. Dikatakan nyaris semua biloks O adalah -2 karena ada senyawa organik yang biloksnya tidak -2, seperti pada senyawa dioksiran (CH2O2) dengan 1 cincin -C-O-O-, biloks O pada dioksiran ini adalah -1 seperti pada peroskida. Andai anggapan bahwa biloks O hampir semua -2 tidak keliru tentu benar saja dalam reaksi redoks senyawa organik ini biloks O dan H boleh dikatakan tidak pernah berubah. Jika demikian tentu pemeriksaan biloks O dan H) tidak perlu dihitung ketika ingin mengetahui reaksi senyawa organik tersebut termasuk reaksi redoks atau bukan. Contoh seperti pada reaksi 1 berikut:
Praktis kita perlu memperhatikan perubahan biloks selain O dan H, misalnya atom lain seperti S, N, P bila ada. Pada reaksi 1 kita dapat menentukan biloks rata-rata C yang ada, C di ruas kiri hasilnya adalah +4/4 C = +1 tiap C, untuk C di ruas kanan biloks-nya 0. Ini nyata merupakan reaksi reduksi.
Nah, reaksi berikut termasuk reaksi redoks atau bukan?
Jika mengamati dasar teori oksidasi dari alkohol, bahwa gugus hidroksil (OH‐) yang terikat pada C tersier (atom C yang mengikat 3 atom C lain) maka reaksi itu tidak mungkin dikatakan reaksi redoks. Memang reaksi tersebut bukanlah reaksi redoks. Kajian dari biloks pun tidak dijumpai adanya perubahan biloks pada atom-atom dalam molekul secara keseluruhan. Tinjauan reaksi redoks berdasarkan adanya O yang dilepas/diikat atau H yang dilepas/diikat juga tidak menunjukkan reaksi redoks. Anggaplah ada 2 atom H yang dilepas, tetapi senyawa yang di kiri itu juga melepas 1 atom O pula yang secara hitungan perubahan biloks melepas 2H dan sekaligus 1O itu artinya biloks menurun 2 satuan (karena melepas H) namun sekaligus biloks meningkat 2 satuan (karena melepas 1O). Sangat meyakinkan bahwa reaksi 2 bukanlah jenis reaksi redoks.
Berikutnya ada cara lain untuk mengamati apakah reaksi redoks terjadi atau tidak, menurut Shibley (2010) hanya dengan menganalisis: 1) Menghitung keberadaan atom selain C dan H dalam molekul organik -sering disebut heteroatom; 2) Menghitung jumlah ikatan π (setiap ikatan rangkap dua terdapat 1 ikatan π, setiap ikatan rangkap tiga terdapat 2 ikatan π); 3) Menghitung ada tidaknya cincin pada molekul senyawa organik itu; 4) menghitung selisih jumlah produk dengan reaktan.
Seperti pada reaksi 2, kita dapat menganalasis secara cepat seperti berikut:
Ya reaksi yang terjadi pada reaksi 2 memang bukanlah reaksi redoks. Bahkan kita misalkan yang sebagai produk lain itu adalah H2O yang tentu saja secara total biloks ruas kiri dengan ruas kanan akan sama jumlahnya. Mengapa bisa sama karena menurut shibley bahwa dalam penyetaraan reaksi redoks yang melibatkan senyawa organik, bahkan senyawa makromolekul selisih jumlah reaktan dan produk juga diperhitungkan.
Contoh yang lain adalah reaksi asam 1,1-sikloheksana dikarbosilat menjadi
asam sikloheksana karboksilat dan karbondioksida.
Tentang bagaimana menentukan biloks C dalam senyawa organik saya pernah tulis ringkas di sini.
Sebagai kesimpulan untuk mengetahui apakah suatu reaksi pada senyawa organik itu termasuk reaksi redoks atau bukan, selain menggunakan analisis lepas-tangkap O/H kita dapat menggunakan cara mengamati perubahan biloks, dan juga dapat menggunakan teknik Shibley itu.
Demikian.
Ok, kembali ke topik seperti pada judul tulisan ini. Setidaknya ada dua artikel yang saya jadikan rujukan dalam cerita tentang teknik penentuan biloks pada reaksi redoks yang melibatkan senyawa organik pada tulisan ini, Halkides, C.J. - JCE Vol. 77 No. 11 halaman 1428 dan Shibley Jr., I.A. - JCE Vol. 87 No. 12 halaman 1351.
Seperti yang diungkapkan Halkides (2000) bahwa dalam banyak senyawa organik biloks O nyaris semua adalah -2 dan biloks H adalah +1. Dikatakan nyaris semua biloks O adalah -2 karena ada senyawa organik yang biloksnya tidak -2, seperti pada senyawa dioksiran (CH2O2) dengan 1 cincin -C-O-O-, biloks O pada dioksiran ini adalah -1 seperti pada peroskida. Andai anggapan bahwa biloks O hampir semua -2 tidak keliru tentu benar saja dalam reaksi redoks senyawa organik ini biloks O dan H boleh dikatakan tidak pernah berubah. Jika demikian tentu pemeriksaan biloks O dan H) tidak perlu dihitung ketika ingin mengetahui reaksi senyawa organik tersebut termasuk reaksi redoks atau bukan. Contoh seperti pada reaksi 1 berikut:
Reaksi 1 |
Praktis kita perlu memperhatikan perubahan biloks selain O dan H, misalnya atom lain seperti S, N, P bila ada. Pada reaksi 1 kita dapat menentukan biloks rata-rata C yang ada, C di ruas kiri hasilnya adalah +4/4 C = +1 tiap C, untuk C di ruas kanan biloks-nya 0. Ini nyata merupakan reaksi reduksi.
Nah, reaksi berikut termasuk reaksi redoks atau bukan?
Reaksi 2 |
Berikutnya ada cara lain untuk mengamati apakah reaksi redoks terjadi atau tidak, menurut Shibley (2010) hanya dengan menganalisis: 1) Menghitung keberadaan atom selain C dan H dalam molekul organik -sering disebut heteroatom; 2) Menghitung jumlah ikatan π (setiap ikatan rangkap dua terdapat 1 ikatan π, setiap ikatan rangkap tiga terdapat 2 ikatan π); 3) Menghitung ada tidaknya cincin pada molekul senyawa organik itu; 4) menghitung selisih jumlah produk dengan reaktan.
Seperti pada reaksi 2, kita dapat menganalasis secara cepat seperti berikut:
Ya reaksi yang terjadi pada reaksi 2 memang bukanlah reaksi redoks. Bahkan kita misalkan yang sebagai produk lain itu adalah H2O yang tentu saja secara total biloks ruas kiri dengan ruas kanan akan sama jumlahnya. Mengapa bisa sama karena menurut shibley bahwa dalam penyetaraan reaksi redoks yang melibatkan senyawa organik, bahkan senyawa makromolekul selisih jumlah reaktan dan produk juga diperhitungkan.
Contoh yang lain adalah reaksi asam 1,1-sikloheksana dikarbosilat menjadi
asam sikloheksana karboksilat dan karbondioksida.
Reaksi 3 |
Tentang bagaimana menentukan biloks C dalam senyawa organik saya pernah tulis ringkas di sini.
Sebagai kesimpulan untuk mengetahui apakah suatu reaksi pada senyawa organik itu termasuk reaksi redoks atau bukan, selain menggunakan analisis lepas-tangkap O/H kita dapat menggunakan cara mengamati perubahan biloks, dan juga dapat menggunakan teknik Shibley itu.
Demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar